Senin, 25 April 2016

Politik Etis

MAKALAH POLITIK ETIS
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Nasionalisme dan Jati Diri Bangsa
Dosen Pengampu: Dra. Taat Wulandari, M.Pd.

Logo_uny.gif

Disusun Oleh
Onitya Sekarrini                      14416241031
Lidiya Vidiyani Putri              14416241032
Dian Kusuma Wardani           14416241033
Suci Indah Sari                       14416241034
Rossa Ferinda                                     14416241035
Reza Ajeng Imanda                14416241036
Indah Susanti                          14416241037
Ratna Suwanli                         14416241038
Rangga Ardianto                    14416241039
Azola Hawa Mustika              14416241040
P.IPS A 2014


PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2015



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Politik etis merupakan kebijakan baru yang diperjuangakan oleh golongan liberal dan sosiol demokrat yang menginginkan adanya suatau keadilan yang di peruntukan bagi Hindia-Belanda yang telah begitu banyak membantu dan meningkatkan defisa dan kemakmuran bagi pemerintahan Belanda. Awal politik etis di mulai ketika Ratu Wilhemina I diangkat sebagai ratu baru di Negeri Belanda pada tahun 1898, di mana dalam pernyataannya ia mengungkapkan bahwa pemerintahan Belanda berhutang moril kepada Hindia-Belanda dan akan segera dilakukan policy mengenai kesejahteraan di Hindia-Belanda, yang kemudian di buat tim penelitian untuk keadaan di Hindia-Belanda.
Namun disisi lain juga terdapat niat niat yang tersembunyi didalam pelaksanaan politik etis tersebut. Untuk itu tujuan dibuatnya makalah ini yaitu untuk menjelaskan dan memaparkan dampak dampak yg timbul dari politik etis baik dampak positif maupun dampak negatif yang dialami oleh bangsa Indonesia.

B.       Rumusan Masalah
1.         Apa yang dimaksud politik etis?
2.         Bagaimana sejarah dari politik etis?
3.         Bagaimana latar belakang munculnya politik etis?
4.         Bagaimana perkembangan politik etis pada masa penjajahan Belanda?
5.         Siapa saja tokoh yang mendukung munculnya politik etis di Indonesia?
6.         Bagaimana akhir dan dampak dari adanya politik etis?

C.      Tujuan
1.         Mengetahui dimaksud dari politik etis.
2.         Mengetahui sejarah politik etis di Indonesia.
3.         Mengetahui latar belakang munculnya politik etis di Indonesia.
4.         Mengetahui perkembangan politik etis pada masa penjajahan Belanda.
5.         Mengetahui tokoh yang mendukung munculnya politik etis di Indonesia.
6.         Mengetahui akhir dan dampak dari adanya politik etis di Indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian
Politik Etis atau Politik Balas Budi adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan pribumi. Pemikiran ini merupakan kritik terhadap politik tanam paksa yang menyengsarakan pribumi, atau dalam kata lain, politik etis merupakan sikap hutang budi dari pihak Belanda untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. (Nathan Cross, 2016)
Politik etis lahir karena penderitaan rakyat Indonesia yang dipekerjakan terus menerus tanpa adanya imbalan-imbalan atau bayaran. Selain itu, pihak Belanda juga meraut keuntungan di tanah Indonesia dengan mengeksploatasi kekayaan alamnya dengan memperkerjakan rakyat pribumi. Oleh karena itu, lama kelamaan para simpatisan mendukung rakyat indonesia untuk disejahterakan juga, sebagai pekerja dan ditambah dengan dukungan dari orang-orang belanda sehingga menambah para simpatisan yang peduli. (Artikelsianan.com, 2014)
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa politik etis adalah politik balas budi yang diberikan oleh pihak Belanda untuk kesejahteraan rakyat pribumi, karena rakyat pribumi diperlakukan tidak adil oleh para penjajah Belanda. Kemudian pada saat itu lahirlah wacana dari belanda yang mengemukakan tentang Politik Etis.

B.       Sejarah Politik Etis
Sistem tanam paksa yang dijalankan oleh pemerintah kolonial dengan kekerasan untuk mengejar keuntungan yang berlimpah, ternyata tidak diterima baik oleh semua orang Belanda. Penderitaan rakyat yang tiada taranya karena pengorbanan tenaga, waktu, milik, bahkan martabatnya, untuk kepentingan penjajah asing, telah menggugah hati nurani sekelompok orang Belanda. Mereka melancarkan kritik terhadap eksploitasi rakyat Indonesia yang berlebih-lebihàn itu.
Eksploitasi terhadap tanah dan penduduk Indonesia yang dilakukan dengan sistim ekonomi liberal, ternyata tidak mengubah nasib rakyat. Perusahaan-perusahaan raksasa asing yang diperkenankan masuk dari Inggris, Amerika, Belgia. Cina, Jepang dan perusahaan-perusahaan Belanda sendiri sama-sama mengejar keuntungan yang tanpa batas tanpa memperhatikan kesejahteraan penduduk yang memberi keuntungan Ratusan juta gulden mengalir ke kantong kapitalis. Politik eksploitasi itu juga menimbulkan kritik dari beberapa partai di Negeri Belanda, tetapi karena mereka sendiri terlibat dalam sistem itu maka kritik itu maknanya menjadi kabur.
Ekspansi yang dilakukan Belanda ke daerah-daerah yang belum dikuasainva menjelang akhir abad ke-19, tidak terlepas dari perkermbangan kapitalisme itu. Dengan pesatnya perkembangan kapitalisme pada awal abad 20, seperti produksi gula yang naiknya berlipat dua antara tahun 1904 dan 1914, hasil produksi dan pembukaan daerah luar Jawa (perkebunan dan tambang) dari 74 menjadi 305 juta gulden, maka pertahanan daerah jajahan makin diperkuat.
Pemerintah kolonial dengan birokrasinya menjaga kepentingan-kepentingan modal sebaik-baiknya. Akibatnya ialah bahwa tekanan terhadap rakyat semakin kuat, dan pembelaan haknya terhadap keganasan kapitalisme modern semakin lemah dan kemerosotan kesejahteraan hidup semakin pesat. Rakyat semakin kehilangan hak-miliknya yang utama, yaitu tanah, bahkan industri rakyat pun mulai terdesak ke belakang. Karena penderitan ini, lama kelamaan  timbullah golongan buruh yang berkerja pada perkebunan pabrik dan tambang. Untuk menunjang pesatnya kemajuan kapitalisme itu menciptakan sarana-sarana bantu seperti pembuatan jalan raya, jalan kereta api, bandar dan sarana-sarana telekomunikasi.

C.      Munculnya Politik Etis
Pada awal abad X terjadi perkembangan baru dalam pelaksanaan politik colonial Belanda di Indonesia. Garis politik baru itu berbeda dengan watak politik penghasian yang dilakukan sebelumnya. Politik ini berpedoman pada usaha peningkatan kemajuan rakyat Indonesia. Oleh karena itu, disebut ethische politik yang artinya politik dengan haluan utama, yang banyak dipengaruhi oleh Van Deventer. Dalam tulisannya yang berjudul Een eereschuld yang artinya kewajiban suci atau hutang budi. Ide tulisan ini itu didasari oleh pandangannya terhadap politik penghisapan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda di Indonesia, tetapi pemerintah colonial telah melalaikan kewajibannya. Menurutnya, sudah saatnya pemerintah Belanda mengubah watak politiknya terhadap Hindia Beanda agar lebih memperhatikan kemajuan rakyat jajahan. Kelalaiannya selama ini harus ditebus dengan jasa baik kepada rakyat berupa irigasi, edukasi, dan emigrasi. Haluan politik ini kemudian dikenal dengan sebutan “politik balas budi” atau “politik etis” (Cahyo Budi Utomo, 1995:13).
Karena hal tersebut, maka tumbuhnya kesadaran perikemanusiaan dalam hubungan kolonial, yang melahirkan keinginan untuk memperhatikan nasib rakyat pribumi menjadi program semua partai politik di Negeri Belanda. Politik ini kemudian didukung oleh Politik Asosiasi yang memandang perlunya kerjasama yang erat antara golongan Eropa dan rakyat pribumi untuk kemajuan tanah jajahan. Sudah tentu kemajuan yang dimaksud itu adalah dalam rangka sistem kolonial. Akhirnya sikap paternal (membapaki) dalam politik Kolonial mulai tampak dalam pidato takhta Ratu Belanda pada tahun 1901, di mana dinyatakan bahwa

“Negeri belanda mempunyai kewajiban untuk mengusahakan kemakmuran serta perkembangan sosial dan otonomi dari penduduk Hindia”.

Politik etis mulai dilaksanakan dengan pemberian bantuan sebesar 40 juta gulden. Begitulah selama periode antara tahun 1900-1914 pemerintah kolonial mulai memperhatikan aspirasi rakyat Indonesia yang menginginkan emansipasi dan kemerdekaan. Dicarilah bentuk pemerintahan kolonial yang merupakan suatu sistem dimana Barat dan Timur dapat hidup berdampingan dan memberi kemungkinan untuk mempersatukan kedua unsur dalam suatu kesatuan politik. Juga terlihat selama periode tahun 1900-1925 banyak kemajuan serta perubahan. Bangunan-bangunan besar didirikan, kesemuanya merupakan keharusan dalam kemajuan yang tidak dapat dielakkan atau harus dipenuhi pemerintah belanda dalam membalas budi bangsa Indonesia seperti :
1.         Desentralisasi
2.         Perubahan-Perubahan pemerintahan
3.         Perbaikan Kesehatan rakyat,emigrasi ( transmigrasi )
4.         Perbaikan pertanian dan peternakan
5.         Pembangunan irigasi dan lalu lintas.

D.      Perkembangan Politik Etis
Dewasa ini perlu diketahui bahwa awal mula sebelum dilaksanakannya system politik etis di Indonesia,kondisi dan keadaan ekonomi serta sosial masyarakat Indonesia masih sangat buruk dan jauh dari kata sejahtera, khususnya untuk pendidikan pribumi yang bukan dari golongan kaum bangsawan.
Dalam hal ini kondisi pendidikan bukan menjadi baik namun malah sebaliknya, kondisi pendidikan semakin memburuk dan kebutuhan akan pendidikan bagi kalangan masyarakat pribumi semakin berkurang. Dilihat dari aspek ekonomi, tanah-tanah milik rakyat yang masih sangat luas kemudian dikuasai oleh para bangsawan/pemerintah Belanda dan penguasa tradisional, sehingga menyebabkan para pemilik tanah (rakyat) hanya menjadi penyewa dan penggarap.
Padahal jika diperhatikan tanah tersebut merupakan tanah milik mereka sendiri. Dari aspek politik,muncul permasalahan yang cukup kompleks dan berkembang saat ini,yaitu adanya sentralisasi politik yang cukup kuat sehingga tidak ada pemisahan yang jelas antara pemisahan kekuasaan dan keuangan yang mana dalam hal ini adalah antara pemerintah Belanda dan pihak Pemerintah Indonesia yang berdampak pada tidak sejahteranya kondisi masyarakat Indonesia.
Kondisi seperti ini lah yang kemudian dapat menarik simpati dari golongan sosial democrat yang didalangi oleh Van Deventer. Dan kemudian ia diberikan julukan sebagai bapak pangeran etis yang mana menginginkan adanya balas budi untuk bangsa Indonesia.Seiring berjalannya waktu, kondisi kesejahteraan masyarakat Indonesia semakin memburuk, meskipun sudah diterapkannya system politik etis yang mana dipelopori oleh Van Deventerr sebagai sebuah bentuk balas budi terhadap bangsa Indonesia.
Namun pada realita yang ada menunjukkan bahwa pelaksanaan system politik etis belum sepenuhnya menguntungkan pihak masyarakat Pribumi. Meskipun disisi lain masyarakat pribumi dapat merasakan sedikit perubahan yang ada setelah diterapkannya politik etis tersebut. Kondisi ekonomi dan sosial masyarakat pribumi semakin memburuk inilah yang memicu munculnya sikap kesadaran akan nasionalisme dalam upaya melepaskan belenggu penjajahan yang ternyata dapat dilakukan melalui cara baik seperti penerapan politik etis tersebut. Terbentuknya kesadaran nasionalisme bukan hanya didorong dari adanya perkembangan politik colonial Belanda saja,namun juga karena faktor lain seperti penderitaan yang dialami oleh masyarakat pribumi.
Adanya ketidakadilan, kemiskinan, diskriminasi, pembodohan, yang terjadi di Indonesia ternyata diamati oleh negarawan – negarawan Belanda. Muncul tokoh – tokoh yang mengkritik pemerintahannya sendiri. Salah satu tokohya yang duduk di barisan uatama pengkritik adalah Van Deventer, artikelnya yang dimuat di majalah De Gids dengan judul “Een Eereschuld” (Hutang Kehormatan) bercerita bahwa kekosongan kas negara Belanda telah terpenuhi oleh bangsa Indonesia.
Bangsa Indonesia telah berjasa dalam membantu pemerintah Belanda dalam pemulihan resesi ekonomi. Utang Budi itu wajib dibayar dengan peningkatan kesejahteraan bangsa Indonesia melalui edukasi, imigrasi dan irigasi.Berbagai kritik yang dilontarkan telah menggerakkan pemerintah Belanda untuk menerapkan kebijakan Politik Etis. Politik Etis dilakukan dengan membuka sekolah – sekolah, mulai tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Jika dikaji lebih mendalam, pengadaan sekolah itu bukan murni politik balas budi sebab keberadaan sekolah itu juga membantu Belanda untuk mendapatkan tenaga kerja yang terdidik dan murah.
Beberapa sekolah yang berkembang pada masa penjajahan Belanda :
1.         Sekolah Rakyat (volkschool)
2.         Sekolah Guru (kweekschool)
3.         MULO (meer uitgebrid logee onderwijs)
4.         AMS (algeemene middlebare school)
5.         Sekolah Teknik (technische hogeschool)
6.         Sekolah Dokter Jawa ( STOVIA school ta opleiding van inlandsche artsen)
Pada tahun 1903 diumumkan Undang-Undang Desentralisasi yang menciptakan dewan-dewan lokal, yang mempunyai wewenang membuat peraturan-peraturan tentang pajak dan urusan-urusan bangunan umum ( Sekarang di kelolah Oleh PUTL). Pada tahun 1905 didirikan dewan kota di Jakarta, Jatinegara dan Bogor, dan sudah tentu mayoritas anggotanya orang Belanda.
Dalam rangka desentralisasi ini, secara berangsur-angsur dibentuk provinsi dan kabupaten sebagai daerah otonom. Sejalan dengan kebijaksanaan tersebut diadakanlah dinas pertanian, perikanan, kerajinan, kesehatan dan peternakan. Pada bidang pendidikan dilakukan perluasan pengajaran pada tahun 1907. Dan sehubungan dengan perluasan aktivitas pemerintah kolonial, didirikanlah departemen-departemen baru. Departemen Pertanian (1904), Departemen Perusahaan-perusahaan Negara, yang pada tahun 1911 digabungkan menjadi Departemen Pertanian, Industri dan Perdagangan.
Untuk meningkatkan kesehatan rakyat, dilakukan pemberantasan penyakit menular, seperti pes, kolera, malaria dan sebagainya. Untuk mengurangi penduduk pada daerah-daerah yang padat di Jawa, karena makin meluasnya daerah perkebunan dan bertambahnya penduduk, dilakukan transmigrasi. Mula-mula dan daerah Jawa Tengah ke ujung Jawa Timur untuk bekerja pada perkebunan tebu.
Transmigran ke daerah luar Jawa dikirimkan sebagai tenaga kerja ke daerah-daerah perkebunan Sumatra Utara, khususnya di Deli, sedangkan transmigran ke Lampung mempunyai tujuan untuk menetap. Namun agar usaha mereka tidak mengalami gangguan , maka terseedianya tenaga kerja harus terjamin dan tenaga kerja itu diikat dengan kontrak yang disertai ancaman hukuman. Sejak permulaan abad ini telah dilakukan perluasan pengajaran baik sekolah umum maupun kejuruan dalam berbagai tingkat. Begitupun beberapa jenis perguruan tinggi dibuka seperti :
1.         perguruan pertanian di Bogor (1902)
2.         perguruan tinggi hukum (1909)
Pada masa ini sekolah swasta mulai tumbuh dan berkembang dengan pesat. Untuk meningkatkan pertanian, pemerintah membangun sistem irigasi yang luas, seperti irigasi Brantas di Jawa Timur. Namun irigasi tersebut sebenarnya hanya untuk kebutuhan perkebunan swasta di satu pihak dan di pihak lain merugikan pertanian penduduk. Untuk kepentingan petani dan rakyat kecil didirikan bank-bank kredit pertanian, bank padi, bank simpanan dan rumah-rumah gadai. Koperasi juga didirikan, tetapi kurang mendapat kemajuan. Meskipun usaha ini tidak berhasil mendorong produksi pribumi, tetapi telah berhasil mendidik rakyat mengenai penggunaan uang.

E.       Pendukung Politik Etis
1.      Van Deventer
Salah seorang Belanda yang menggagaskan politik etis akibat dari bentuk pembaharuan politik sebelumnya. Ia menyatakan bahwa negeri Belanda berhutang kepada Indonesia terhadap semua kekayaan yang telah diperas dari negeri Indonesia. Hutang ini sebaiknya dibayarkan kembali dengan jalan memberi prioritas utama kepada kepentingan rakyat Indonesia. Sehingga politik etis ini sebagai bentuk balas budi pihak Belanda yang akan dijalankan oleh bangsa Indonesia.

2.      Ratu Wilhelmina
Pada tahun 1901 Ratu Wilhelmina (1890-1948) mengumumkan suatu penyelidikan tentang kesejateraan masyarakat yang berada di Jawa, dan demikian politik etis secara resmi di sahkan. Isi pidato raja Belanda yaitu : “ sebagai negeri Kristen, Nederland berkewajiban di kepulauan Hindia Belanda untuk lebih baik mengatur kedudukan legal pendudukan pribumi, memberikan pada dasar yang tegas kepada misi Kristen, serta meresapi keseluruhan tindak laku pemerintahan dengan kesadaran bahwa Nederland mempunyai kewajiban moral untuk memenuhinya terhadap penduduk di daerah itu. Berhubung dengan itu, kesejateraan rakyat Jawa yang merosot memerlukan perhatian khusus. Kami meningkatkan diadakannya penelitian tentang sebab-sebabnya”.(Nasution, 1983:15). Selain itu Ratu Wilhelmina juga menghendaki diangkatnya orang bumiputera dari lembah kemiskinan.

3.      Alexander W.F. Idenburg
Menjadi seorang Menteri Urusan Daerah-daerah Jajahan, maka Idenburg mempunyai lebih banyak kesempatan dari pada siapa saja untuk mempraktekan pemikiran-pemikiran politik Etis. Pihak Belanda pun menyebutkan tiga prinsip yang di anggap dasar kebijakan baru tersebut : edukasi, imigrasi, dan irigasi. Untuk melaksanakan proyek tersebut di perlukan adanya dana sehingga Politik Etis dapat berjalan. Sehingga Alexander telah mendukung dan menerapkan sistem politik etis ini pada masyarakat Indonesia. Peran penting Alexander Idenburg sebagai Menteri daerah jajahan (Indonesia) dalam menjalankan sistem politik etis dianggap telah membantu masyarakat Indonesia untuk menjalankan strategi-strategi isi dari Politik Etis yang dihrapkan dapat menjadikan Indonesia berkembang.

F.       Kritik Politik Etis
Pelaksanaan politik etis bukannya tidak mendapat kritik. Kalangan Indo, yang secara sosial adalah warga kelas dua namun secara hukum termasuk orang Eropa merasa ditinggalkan. Di kalangan mereka terdapat ketidakpuasan karena pembangunan lembaga-lembaga pendidikan hanya ditujukan kepada kalangan pribumi (eksklusif). Akibatnya, orang-orang campuran tidak dapat masuk ke tempat itu, sementara pilihan bagi mereka untuk jenjang pendidikan lebih tinggi haruslah pergi ke Eropa, yang biayanya sangat mahal. Ernest Douwes Dekker 1879-1950 (Danudirja Setiabudi) termasuk yang menentang akses pelaksanaan politik ini karena meneruskan pandangan pemerintah kolonial yang memandang hanya orang pribumilah yang harus ditolong, padahal seharusnya politik etis ditujukan untuk semua penduduk asli Hindia Belanda (Indiers), yang di dalamnya termasuk pula orang Eropa yang menetap (blijvers). (Banjoemas, 2012)

G.      Akhir Politik Etis
Politik etis yang dimulai dengan penuh semangat itu, pada awal tahun kedua dasawarsa kedua mulai kabur dan pelaksanaannya diragukan. Perkembangan social politik sejak Kebangunan Nasional dan pecahnya PD1, menimbulkan situasi politik yang melemahka tujuan seperti termaktub dalam politik etis.
Meskipun pemerintah telah dapat melaksanakan pembangunan di berbagai bidang akan tetapi oleh karena Tujuan terutama sekali adalah untuk kepentingan induk dan kaum kapitalis Belanda, hasilnya tidak begitu terasa oleh rakyat. Bahkan kehidupan rakyat semakin tergantung kepada pengusaha pemilik modal sebagi penyewa tanah dan tenaganya. Tingkat kehidupan ekonomi rakyat tetap rendah. Perbedaan di bidang ekonomi, sosial dan politik antara golongan asing dengan golongan pribumi sangat besar. Bahkan diskriminasi berdasarkan warna kulit semakin tajam. Karena menguntungkan, perbedaan yang menyolok tersebut tetap dipertahankan.
Suatu kenyataan bahwa politik etis gagal. Kegagalan tersebut tampak pada tahun-tahun akhir PD1, dimana timbul kelaparan dan kemiskinan. Perbedaan antara golongan Eropa dengan pribumi sangat mencolok. Perusahaan Belanda mengalami kemajuan pesat dan memperoleh keuntungan yang berlipat ganda, sebaliknya usaha-usaha untuk membantu rakyat hanya dijalankan semata-mata untuk kepentingan pengusaha di daerah-daerah di tempat mereka mempunyai kebun.
Perkembangan yang didasarkan atas politik kesejahteraan serta politik asosiasi menimbulkan golongan intelektual Indonesia yang penuh dengan kesadaran akan harga dirinya dan sebaliknya sadar akan keadaan serba terbelakang dari masyarakatnya. Timbullah dan kesadaran kaum intelektual Indonesia itu aspirasi-aspirasi untuk mencapai kemajuan yang mereka anggap menjadi haknya dan hak masyarakatnya.
Selama masa 1900-1914 terdapat suasana baik bagi politik etis dan tidak banyak dengar kritik terhadapnya. Tetapi sejak 1914 masyarakat mulai bergolak dan banyak dilancarkan kecaman-kecaman bahwa politik etis telah gagal. Karena itu, pada waktu tersebut muncul banyak perlawanan terhadap pemerintah colonial Belanda, bahkan organisasi pergerakan telah dimanfaatkan sebagai media penyalur ketidakpusaa massa. Dalam kecaman itu juga diutarakan bahwa politik paternalistis tidak memperhitungkan hasrat pada pribumi sendiri setelah ada kesadaran pada mereka. Begitupun dengan munculnya Pergerakan Nasional, maka politik asosiasi praktis kehilangan dasar existensinya. Perkembangan selanjutnya menunjukkan kecenderungan ke arah radikalisasi baik pada pihak pribumi maupun pada pihak Eropa. Pada pihak pribumi, lebih radikalnya pihak Pergerakan Nasional disebabkan oposisi yang dilakukan ditandai oleh perbedaan ras, sedangkan kebebasan dan kemerdekaan diberi prioritas lebih tinggi dan pada kesejahteraan.
Menghadapi keadaan baru yang tumbuh di kalangan rakyat tersebut, di pihak kolonialis terdapat perbedaan pendapat. Ada yang menganjurkan untuk menggantikan politik bevoogding (mengasuh selaku wali) menjadi politik ontvoogding (mendewasakan), di mana sikap keras dan mengecarn lambat-laun harus dikurangi. Golongan yang menyokong Hindianisasi Indonesianisasi menganjurkan supaya nasionalisme dihadapi dengan meluaskan lembaga-lembaga pengajaran, aparat pemerintah dalam bidang sosial dan mencega penggunaan ukuran Barat.
Dengan demikian secara langsung dikehendaki agar nasionalisme Indonesia diakui secara resmi. Pihak para penguasa, terutama Gubernur Jenderal, sangat menguatirkan perkembangan itu, oleh karena dipandang dapat mengancam kelangsungan hidup kolonialisme Belanda. Tantangan serupa juga terdapat dikalangan Belanda yang konservatif, baik pejabat pemerintah maupun pengusaha-pengusaha.

H.      Dampak Politik Etis
Dampak positif bagi Indonesia adalah yang pertama dapat dirasakan adalah sarana dan prasarana yang telah dibuat pada zaman kolonialisme sebagai contoh jalan raya Anyer Panarukan yang dibuat pada zaman pemerintahan Daendles. Meskipun, menimbulkan banyak korban bagi bangsa Indonesia, tetapi manfaatnya masih dapat dirasakan, yaitu seperti bangunan–bangunan sebagai objek pariwisata, rel–rel kereta api, timbulnya kaum intelek. Akan tetapi, selain dampak positif juga terdapat dampak negative yang tidak kalah banyaknya. Dampak negatifnya adalah keterbelakangan mental, pendidikan, ekonomi, dan pada pembuatan jalan raya Anyer Panarukan juga menimbulkan banyak korban karena dipaksa kerja rodi.
Selain itu, dengan adanya politik etis juga memberikan dampak bagi pendidikan bangsa Indonesia, karena dengan adanya pendidikan tersebut telah memberikan kesempatan pendidikan kepada kaum pribumi. Oleh karena itu, dengan adanya pemerataan pendidikan dan pengajaran bagi pribumi maka nantinya akan dihasilkan pada cendikiawan-cendikiawan bangsa. Sejalan dengan perkembangan perusahaan swasta, daerah-daerah perkebunan baru, dan kantor-kantor pemerintah, maka tambahnya tenaga administrasi sangant diperlukan. Oleh karena itu, sejak munculnya politik etis dengan edukasinya mulai menghasilkan lulusannya maka mereka mulai diserap oleh berbagai sekttor kegiatan. Melalui pendidikan inilah masa kebangkitan bangsa Indonesia dimulai. belanda dengan harga yang. Namun, pada perjalananya pendidikan yang diberikan kepada pribumi ini banyak disalahgunakan oleh pihak belanda, mereka mengadakan pendidikan kepada pribumi agar masyarakat memiliki keterampilan dan pengetahuan serta kecakapan administrasi untuk nantinya digunakan di perusahaan murah. (Ensiklopedi Nasional Indonesia, 1990)































BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Politik etis adalah politik balas budi yang diberikan oleh pihak Belanda untuk kesejahteraan rakyat pribumi, karena rakyat pribumi diperlakukan tidak adil oleh para penjajah Belanda dan tumbuhnya kesadaran perikemanusiaan dalam hubungan kolonial, melahirkan keinginan untuk memperhatikan nasib rakyat pribumi menjadi program semua partai politik di Negeri Belanda. Pandangan itulah kemudian dikenal sebagai haluan etis, yang kemudian melahirkan politik etis adalah sebagai tanda balas budi atau berhutang budi terhadap bangsa Indonesia yang dikemukakan oleh belanda yang bernama Mr. C. Th Van Deventer sekitar tahun 1899, dan pada tahun 1900 pemerintah belanda menjalankan Politik etis tersebut.
Oleh karena itu, perkembangan yang didasarkan atas politik kesejahteraan serta politik asosiasi ini kemudian menimbulkan golongan intelektual Indonesia yang penuh dengan kesadaran akan harga dirinya dan sebaliknya sadar akan keadaan serba keterbelakangan dari masyarakatnya. Dengan adanya kesadaran kaum intelektul Indonesia itu aspirasi-aspirasi untuk mencapai kemajuan yang mereka anggap menjadi haknya dan hak masyarakatnya.











DAFTAR PUSTAKA
Artikelsiana. 2014. Pengertian Politik Etis. Diunduh 03 April 2016 pukul 21.34 WIB pada http://www.artikelsiana.com/2014/09/pengertian-politik-etis-sejarah-Sejarah-Politik-etis.html
Banjoemas. 2012. Tanam Paksa dan Politik Etis. Diunduh 03 April 2016 pukul 16.43 WIB pada http://www.banjoemas.com/2012/04/tanam-paksa-dan-politik-etis.html
Kartodirjo, Sartono. 1990. Pengantar Sejrah Indonesia Baru jilid 2. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Nathan Cross. 2016. Politik Etis. Diunduh 03 April 2016 pukul 18.23 WIB pada https://www.academia.edu/8069850/POLITIK_ETIS
Riclefs. 2007. Sejarah Indonesia Modern.Yogyakarta : Universitas Gajah Mada Press.
Suhartono. 1994. Sejarah Peregrakan Nasional. Dari Budi Utomo Sampai Proklamasi 1908-1945. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tim Penyusun. 1990. Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 7, (Politik Etis). Jakarta: PT. Cipta Adi Pusaka.
Utomo, Cahyo Budi. 1995. Dinamika Pergerakan Kebangsaan Indonesia dari Kebangkitan hingga Kemerdekaan. Semarang: IKIP Semarag Press.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar